slice of life #2
semua orang berhak untuk punya mimpi, bukan? lalu mengapa tidak dengan aku? kemana aku harus menuntut hak ku yang satu ini? apakah ada lembaga penjamin hak untuk bermimpi? mengapa pagar pagar di sekelilingku rasanya kian meninggi? aku harus apa?
rasanya ini semua selaras dengan pertimbangan antara rasio antara kehidupan milik sendiri dan investasi orang tua. mengapa mereka semua selalu saja bertentangan?
mereka berkata bahwa aku boleh bermimpi, lalu saat mengutarakan impian, mengapa nadanya jadi naik beberapa oktaf dan menyebut nyebut "pekerjaan terhormat"? apakah semua orang merasakan ini? apakah ini sesuatu yang wajar?
terkadang keadaan yang seperti ini membuat pertanyaan pertanyaan irasional lebih sering bermunculan di kepala. seperti, mengapa diciptakan sebuah mimpi jika aku saja tidak diperbolehkan untuk meraih atau bahkan sekadar mencicipinya? mengapa yang ini boleh dan yang ini tidak boleh? mengapa larangan larangan itu hanya untuk sebagian golongan saja?
kalimat kalimat pembelaan yang muncul atas pertanyaan pertanyaanku menbuatku membencinya. mengapa? sampai saat ini pun tak ada jawaban yang bisa aku terima.
saat perjuangan mewujudkan impian diri sendiri disebut dengan "durhaka", lalu aku ini, sebenarnya hidup untuk siapa?
Komentar
Posting Komentar